Lima Stasiun Televisi di Malang Raya Hilang, Kapan Bakal Siaran Lagi?

Awal Juli 2019, warga Malang Raya dihebohkan dengan menghilangnya 5 stasiun televisi dari Jakarta: tvOne (28), TRANS TV (47), TRANS 7 (49), METRO TV (56), dan GTV (30). Sebenarnya, ada 6 stasiun TV yang siarannya hilang, satu yang terakhir adalah TAHFIZH TV (29). Kehebohan ini merebak selama beberapa hari.

Kehebohan serupa juga terjadi di beberapa kota di Jawa Timur, seperti di Madiun dan Kediri. Usut punya usut, rupanya Balai Monitoring Frekuensi (Balmon) Kelas I Surabaya kembali berkeliling Jawa Timur untuk menertibkan lembaga penyiaran televisi yang tidak memiliki izin siaran. Hasil dari kerja mereka, stasiun televisi yang tidak memiliki izin siaran akhirnya tidak mengudara sejak 1 Juli 2019.

Jumat, 5 Juli 2019, METRO TV terdeteksi kembali mengudara di Malang Raya. Siaran METRO TV itu memang sempat menghilang beberapa hari. Tapi, beberapa warga di Malang Raya mengungkap bahwa METRO TV sudah kembali bisa disaksikan di televisi mereka.

Mencoba menelusuri sejarah pertelevisian di Malang Raya ini memang menarik, apa lagi gara-gara sweeping frekuensi yang baru saja terjadi. Saya ingin membongkar satu-satu cerita dari setiap stasiun televisi berdasarkan apa yang saya ketahui. Mungkin akan panjang, tapi semoga membuat siapapun yang membaca catatan saya ini memahami apa yang sedang terjadi.

Kita mulai dari yang paling sederhana: TAHFIZH TV. Sejak awal kemunculannya di Malang Raya (sayang saya lupa kapan siaran mereka dimulai di sini), saya sudah curiga televisi ini tidak punya izin. Siaran di frekuensi yang tidak wajar (29 UHF), sudah cukup menjadi indikator bagi saya untuk “menuduh” siaran stasiun televisi milik Ustaz Yusuf Mansyur ini ilegal, karena semua siaran televisi di Malang mestinya disiarkan di frekuensi genap bukan ganjil. Tepat tanggal 1 Juli 2019, siaran TAHFIZH TV ditertibkan oleh Balmon.

Bergeser ke tetangga di atasnya, GTV. Stasiun televisi ini tidak mengalami masalah apa-apa di tahun 2016. Sejak mengudara di Malang tahun 2006, siarannya tetap berada di frekuensi 30 UHF. Tapi, tepat tanggal 1 Juli 2019, gedung transmisi mereka di Kota Batu juga didatangi oleh Balmon, dan siaran mereka menghilang dari Malang Raya.

Beralih ke grup televisi yang pernah jadi korban penggusuran di tahun 2016: TRANS MEDIA. Kisaran 2016, mungkin ada yang pernah ingat, TRANS TV mengudara di 2 frekuensi: 22 UHF dan 47 UHF. Siaran di 22 UHF hanya diisi notifikasi bahwa siaran TRANS TV di Malang bergeser ke frekuensi 47 UHF, dan ketika kita mencari frekuensi 47 UHF, di sanalah kita bisa menyaksikan siaran TRANS TV. Siaran TRANS TV di 22 UHF digusur oleh BBS TV (saat itu masih biostv) yang oleh pemerintah diberi frekuensi 22 UHF untuk mengudara di Malang Raya. Frekuensi 47 UHF sendiri merupakan frekuensi digital yang diberikan oleh pemerintah kepada MUX TRANSMEDIA di Malang, tapi karena jadi korban penggusuran, TRANS TV menggunakan frekuensi digital itu untuk siaran analog. Setelah 3 tahun, pada tanggal 1 Juli 2019, siaran TRANS TV ditertibkan oleh Balmon.

Saudara TRANS TV, yakni TRANS 7, punya nasib yang sama. TRANS 7 yang sebelumnya menggunakan frekuensi 60 UHF, digusur oleh pengguna resmi frekuensi tersebut, yakin AremaTV. Tanpa memberi notifikasi kepada warga Malang Raya, TRANS 7 berpindah begitu saja ke frekuensi 49 UHF. Bernasib sama seperti kakaknya, TRANS 7 juga ditertibkan siarannya oleh Balmon pada 1 Juli 2019.

Stasiun televisi berikutnya ini boleh dibilang bukan korban penggusuran. tvOne yang sejak zaman Lativi mengudara di frekuensi 54 UHF di Malang, seakan bersepakat dengan GAJAYANA TV yang mengudara di frekuensi 28 UHF untuk bertukar frekuensi pada tahun 2016. Pada tahun itu memori layar kaca kita berubah, 54 UHF yang biasa diisi tvOne menjadi GAJAYANA TV, pun sebaliknya, 28 UHF yang biasa diisi GAJAYANA TV berubah menjadi tvOne. Setelah 3 tahun, tvOne yang ada di 28 UHF itu ditertibkan oleh Balmon.

“Korban gusuran” lainnya di tahun 2016 adalah METRO TV. Televisi berita pertama di Indonesia itu sejak 2003 mengudara di Malang Raya pada frekuensi 55 UHF. Namun pada tahun 2016, METRO TV “menggusur dirinya sendiri” ke frekuensi 45 UHF. Frekuensi itu merupakan frekuensi digital yang diberikan pemerintah kepada MUX METRO TV di Malang. Frekuensi 55 UHF sendiri tidak ada penghuninya sampai saat ini, tapi di atasnya, alias 56 UHF, muncul MIKO TV. Siaran televisi itu buat saya tidak pernah jelas, setiap hari hanya ada running text siaran uji coba MIKO TV, tapi tidak pernah ada program yang disiarkan, hanya color bar saja. Memang pernah sekali saya melihat ada kartun yang ditayangkan oleh MIKO TV, tapi hanya itu satu-satunya konten yang pernah disiarkan oleh MIKO TV selama “siaran uji coba”nya itu.

MIKO TV sendiri kemudian tidak pernah bersiaran sejak pertengahan 2018. Lalu tiba-tiba saja, warga Malang Raya disuguhi 2 siaran METRO TV yang isinya sama persis di dua frekuensi, 45 UHF dan 56 UHF. Setelah beberapa lama, METRO TV 45 UHF menghilang, hanya tersisa yang 56 UHF saja. MIKO TV lenyap tanpa jejak di udara, walaupun kemudian ketika saya mencoba melakukan investigasi sendiri, diperkuat dengan data dari rekan-rekan sesama pengamat pertelevisian, akhirnya saya bisa mengerti apa kaitan antara METRO TV dan MIKO TV. Kalau saya siap, investigasinya akan saya tulis beberapa waktu ke depan nanti.

Kembali soal METRO TV, siaran mereka yang ada di 56 UHF itu kemudian ditertibkan oleh Balmon tanggal 1 Juli 2019. Tapi, sejak 5 Juli 2019, METRO TV kembali mengudara di frekuensi yang sama: 56 UHF. Sampai saat tulisan ini diterbitkan warga Malang Raya bisa menyaksikan siaran METRO TV tersebut tanpa ada masalah.

Agak mengejutkan bagi saya ketika Balmon kembali melakukan penertiban penggunaan frekuensi televisi di awal Juli 2019 ini. Saat menerima kabarnya, pikiran saya langsung seakan terbawa kembali ke bulan November 2008. Waktu itu, warga Malang Raya kehilangan begitu banyak stasiun televisi. Semua stasiun televisi yang menghilang itu ditertibkan oleh Balmon dengan alasan yang sama: tidak punya izin siaran. Saat itu, hanya ada 7 siaran yang bisa diterima oleh warga Malang Raya, yakni 6 stasiun televisi lama (TPI 36, INDOSIAR 38, RCTI 40, TVRI 42, ANTV 44, SCTV 46) dan satu stasiun televisi lokal yang secara mengejutkan sukses terhindar dari sweeping karena izinnya sudah lengkap, yakni NDTV 24.

Walaupun demikian, warga Malang Raya bisa mendapat dua siaran tambahan saat itu, yakni Batu tv yang kembali mengudara di 48 UHF karena izinnya sudah diterbitkan sekira 2 bulan setelah penertiban itu, dan TV ANAK Spacetoon Malang 58 UHF yang saat itu (katanya) diberi keistimewaan dengan kemudahan perizinan karena siarannya yang ditujukan khusus untuk anak-anak sekira 3 bulan setelah penertiban. Tapi, situasi kekurangan siaran televisi itu berlangsung hanya sekira 5 bulan, karena pada 1 April 2009 pemerintah memberi izin untuk semua stasiun TV yang ada di Malang bersiaran kembali secara ilegal. Alasannya cukup unik: warga butuh variasi informasi karena Pemilu 2009 akan berlangsung. Pemerintah juga memberi waktu kepada stasiun televisi untuk menyelesaikan pengajuan izin siaran.

Kita maju lagi ke saat ini, Juli 2019. Penertiban frekuensi yang dilakukan oleh Balmon ini membuat saya penasaran, seperti apa progres perizinan di Malang Raya ini. Pada tahun 2014 lalu, pemerintah membuka perizinan terakhir untuk siaran televisi analog, dan Malang Raya mendapat tambahan izin siaran saat itu. Memang tambahannya hanya 2 jatah frekuensi, tapi saya melihat justru ada 6 stasiun televisi baru di Malang Raya. Tapi ya sudahlah mari kita lupakan soal jumlah, langsung saja kita cek data-data yang ada.

Balmon mengklaim bahwa semua stasiun televisi yang ditertibkan pada 1 Juli 2019 di Malang Raya tidak memiliki izin siaran. Sebenarnya kita bisa melakukan cek sendiri mengenai stasiun televisi dan radio yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah, setidaknya di tahun 2015 hingga 2017 ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika rajin melakukan keterbukaan informasi mengenai proses pengajuan izin siaran di laman khusus mereka yang biasa saya akses untuk mengurus perizinan siaran radio, dulu waktu saya masih bekerja di radio. Tapi, sesungguhnya laman itu bisa diakses siapa saja di internet, hanya saja untuk mencari data yang kita perlukan memang harus membuka banyak dokumen. Oleh karena itu, daripada ribet sendiri membuka laman tersebut dan membongkar semua dokumen yang diunggah kementerian, saya berikan rangkumannya dalam bentuk tabel seperti apa progres perizinan televisi di Malang Raya, berikut ini.

20190706 TABEL PERIZINAN TELEVISI MALANG RAYA

Seperti yang terlihat, berdasarkan dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika yang masih bisa diakses dengan unggahan terakhir data perizinan pada November 2017, apa yang dinyatakan Balmon ini bisa dibilang sesuai. Semua stasiun televisi yang ditertibkan (kecuali METRO TV) saya beri label merah, tanda saya tidak melihat progres perizinan stasiun televisi tersebut. Adapun soal 6 stasiun televisi lama yang saya beri tulisan “izin lama” memang tidak ditemukan dokumennya, tapi berdasarkan pengalaman 2008, keenam stasiun televisi lama itu memang tidak dilakukan sweeping karena menurut Balmon izinnya ada, dan saya meyakini keenam stasiun televisi itu proses perizinannya juga tidak bermasalah karena tinggal memperpanjang saja. METRO TV sendiri saya anggap aman (sementara, setidaknya sampai saya menerbitkan tulisan ini) karena bersiaran dengan izin yang diberikan kepada MIKO TV.

Saya belum berhasil menemukan nama perusahaan lokal dari tvOne dan TRANS 7. Kalau berdasarkan pola dari data yang ada di Diskominfo Jawa Timur (bukan Kemenkominfo), nama perusahaan lokal tvOne memiliki pola “PT Lativi Media Karya (angka)” dan saya tidak berhasil menemukan angka berapa yang merupakan nama perusahaan tvOne di Malang Raya. Nama perusahaan lokal GTV, PT GTV Malang, saya temukan juga dari data yang dimiliki Diskominfo Jawa Timur. Sedangkan untuk TRANS 7, seandainya diberi pola nama yang sama seperti TRANS TV, maka mestinya nama perusahaannya adalah “PT TRANS 7 Malang (nama kota lain)” atau “PT TRANS 7 (nama kota lain) Malang”. Nama perusahaan lokal TRANS TV Malang sendiri saya temukan dari Diskominfo Jawa Tengah berkaitan dengan proses perizinan TRANS TV di Tegal. Tapi yang pasti, baik saya temukan nama perusahaan lokalnya atau tidak, saya tidak melihat semua TV yang saya beri label merah ada progres dalam perizinannya.

Pertanyaannya kemudian: kapan stasiun TV dengan label merah itu siaran lagi?

Jawabannya: saya belum tahu.

Secara sederhana, mengenai kapan stasiun televisi itu boleh mengudara lagi, jawabannya adalah ketika stasiun televisi yang bersangkutan sudah memperoleh izin siaran. Masalahnya adalah, sekarang ini Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah tidak pernah mengunggah data perizinan yang sedang mereka proses atau sudah terbitkan, sehingga saya tidak lagi bisa mengikuti bagaimana perkembangannya (semoga pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika membaca tulisan ini dan rajin mengunggah data itu lagi. Amiiin). Kalaupun nanti ada diskresi lain seperti yang terjadi 1 April 2009 lalu, saya belum melihat adanya momentum pada beberapa bulan mendatang yang bisa dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengizinkan stasiun televisi yang belum ada izinnya itu untuk mengudara lagi secara ilegal.

Jadi, untuk warga Malang Raya, selamat menikmati siaran yang ada untuk sementara ini. Hanya 5 kok yang hilang, tidak sebanyak 2008 lalu, hehehe.

Leave a comment