BREAK!NG NEWS: Bloomberg TV Indonesia Berakhir

Boleh disebut berlebihan, tapi saya harus sampaikan bahwa ini adalah tulisan dengan perasaan terberat yang pernah saya tulis sepanjang saya menulis di blog ini, tapi memang inilah kenyataannya, sebuah kenyataan yang masih sulit untuk saya percaya walaupun memang sudah terprediksi beberapa waktu terakhir.

Indonesia baru saja kehilangan salah satu TV franchise terbaiknya. Saya akan jelaskan kata “terbaik” dari sudut pandang saya ini nanti, tapi, sebelum lebih jauh, saya tulis inti dari artikel ini: Bloomberg TV INDONESIA tidak lagi beroperasi.

Selasa, 25 Agustus 2015 malam, perbincangan atau spekulasi mengenai nasib keberlanjutan stasiun yang biasa disebut BTVID ini mulai menghangat di grup davenirvana1 World. Sebenarnya, tema dari perbincangan adalah masalah hilangnya rtv dari line up channel BiG TV, yang kemudian diikuti oleh hilangnya Bloomberg TV Indonesia. “curhatan” ini kemudian saya tanggapi dengan “apakah kontraknya yang habis atau siarannya yang bubar”. Spekulasi ini saya lontarkan lantaran BTVID makin sering menayangkan siaran Bloomberg International. Selain itu, eksodus dalam jumlah besar (sebenarnya jumlahnya tidak besar tapi secara persentase menjadi besar) para presenternya memperkuat spekulasi saya.

Analisa lain dari saya adalah, belajar dari “kesalahan” MTV Indonesia yang sempat ramai dibahas di twitter, yaitu menjadikan MTV Indonesia sebagai TV FTA di Indonesia, sedangkan MTV Indonesia memiliki pasar yang terlalu spesifik, sekalipun kontennya sangat populer. Nah, hal yang sama terjadi di Bloomberg TV Indonesia, tapi kondisinya lebih parah, karena pasar yang terlalu spesifik (bahkan cenderung tidak jelas) dan kontennya kurang populer, atau mungkin lebih tepatnya sulit untuk menjadi populer di Indonesia. BTVID mengikuti jalur yang digariskan Bloomberg Internasional, menjadi televisi berita bisnis terutama bisnis makro, sedangkan masyarakat di Indonesia secara umum tidak terlalu tertarik dengan hal-hal macam bisnis makro karena pemerintah sendiri juga lebih mengarahkan masyarakat ke bisnis UMKM ketika ingin menjadi wirausahawan. Akhirnya, program “Start Up” menjadi program yang paling tepat dan bisa merebut hati sebagian pemirsa, selain tentunya berita tentang teknologi dalam “TechNow”.

Sorotan lain dari teman-teman di grup adalah pilihan Bloomberg TV Indonesia untuk terjun ke siaran berbasis FTA terestrial dengan merangkul jaringan TV lokal yang secara merek belum kuat, yaitu jaringan Ctv Network, yang induknya adalah Ctv Banten. Dari saya, keputusan untuk menjadikan BTVID sebagai TV yang juga disiarkan FTA terestrial adalah hal yang berat, karena secara tidak langsung BTVID masuk dalam alam persaingan yang sangat keras. Seharusnya, BTVID dirancang untuk jadi TV yang idealis, dalam artian, tidak perlu FTA, tapi cukup terbatas. Dengan mengudara di TV berbayar saja (walaupun BTVID tidak mungkin menarik biaya lisensi dari operator TV berbayar), setidaknya BTVID tidak perlu bersaing dengan sekian TV FTA dari Jakarta yang bersiaran nasional, dan bahkan bersaing dengan TV lokal yang lebih memahami kebutuhan pemirsa lokal suatu daerah, kalau memang kita mau menyebut TV-TV Jakarta yang bersaing rating itu hanya menjual mimpi dengan sinetron-sinetron yang ceritanya sebenarnya cenderung tidak masuk akal itu. Dengan membatasi diri, BTVID akan memiliki pasar yang lebih jelas: pemirsa kelas atas yang rela keluar duit tiap bulan demi prpgram yang tidak ada di FTA. Mungkin juga bukan kelas atas, tetapi pemirsa ekonomi menengah yang memahami kebutuhannya sendiri sehingga menggunakan TV berbayar. Dengan demikian, walaupun secara kepemirsaan kuantitasnya tidak besar, tapi kualitas penontonnya lebih jelas, sehingga pemasang iklan untuk brand kelas atas bisa saja bayar mahal agar iklannya dipasang di BTVID.

Bicara tentang idealis dan tidak, setidaknya harus kita akui, MNC BUSINESS yang secara konten berada di jalur yang sama (berita bisnis) lebih baik, karena masih bertahan sampai saat ini. Sekalipun kelasnya hanya in-house, tapi idealisme inilah yang justru membuat MNC BUSINESS masih bertahan, tetap mengudara walaupun secara terbatas saja, malahan berhasil dikerjasamakan dengan Bursa Efek Jakarta dan diubah namanya menjadi iBCM CHANNEL.

Tanggal 25 Agustus 2015 malam itu, saya masih merasa yakin Bloomberg TV Indonesia masih mampu untuk bertahan dan tidak akan tutup.

Keesokan harinya, 26 Agustus 2015, walaupun belum saya pastikan, tapi beredar kabar bahwa BTVID telah berhenti siaran. Pembicaraan mengenai hal ini makin ramai, walaupun hanya riuh rendah saja, tapi setidaknya tidak serendah hari sebelumnya.

Kamis malam 27 Agustus 2015, saya mulai penelusuran di internet untuk mencari kabar seputar berakhirnya siaran BTVID. Tidak banyak, bahkan cenderung tidak ada kabar mengenai berakhirnya operasional BTVID. Satu-satunya berita yang mengarah kepada apa yang saya cari adalah, berita mengenai Managing Director BTVID yang seorang pekerja asing, resign dari BTVID per 1 Juli 2015, dan bergabung dengan perusahaan lain di Hongkong, kalau saya tidak salah menerjemahkan artikel tersebut. Tapi, satu berita ini bisa menjadi alasan kuat mengapa BTVID berakhir. Bisa dibilang Managing Director adalah “posisi vital” dalam sebuah perusahaan. Saya agak bingung apakah harus menganalogikan “posisi vital” ini dengan “otak” atau “jantung”. Tapi, intinya, ketika terjadi goncangan pada posisi ini, bisa dipastikan perusahaan akan kolaps. Berkaitan dengan resign-nya, artikel ini juga menyoroti mengenai singkatnya masa kerja individu ini yang hanya 2 tahun bertahan di sebuah perusahaan sekelas Bloomberg, walaupun secara individu tidak bisa disalahkan juga mengenai singkatnya masa kerja seseorang, karena bisa saja memang perusahaannya yang “sulit untuk maju”.

(((UPDATE))) Paul O’Brien, mantan Managing Director BTVID mengonfirmasi bahwa ia resign dari BTVID pada November 2014, bukan 1 Juli 2015 seperti pada artikel yang saya baca dan terjemahkan di atas. Konfirmasinya bisa dibaca di bagian komentar artikel ini. Penulis memohon maaf atas kesalahan informasi dan dengan adanya paragraf update ini menjadi ralat atas informasi sebelumnya.

Hingga akhirnya penelusuran saya berakhir di sosial media. Dari penelusuran saya inilah, akhirnya, saya bisa meyakinkan diri untuk menulis artikel ini, bahwa Bloomberg TV Indonesia alias BTVID sudah benar-benar berakhir.

Sekarang, kita beralih ke alasan mengapa Bloomberg TV Indonesia saya sebut sebagai yang “terbaik”.

Pertama, saya sebut Bloomberg TV Indonesia adalah TV franchise terbaik, karena kontennya yang ditawarkan kepada pemirsa Indonesia. Jarang sekali ada TV yang menawarkan edukasi bisnis secara mendalam. Ini adalah sesuatu yang beda sekaligus menarik, karena ke depan masyarakat Indonesia diprediksi akan meningkat kepeduliannya terhadap dunia bisnis.

Kedua, BTVID adalah TV franchise terbaik karena standardnya yang tinggi. Standard ini patut dicontoh oleh TV lain di Indonesia, terutama TV berita, dalam hal keterbaharuan informasi. Bisnis dan pasar saham adalah dua hal yang perkembangannya cepat, tidak bisa diprediksi, tapi harus terus diikuti selama kita berkecimpung di dalamnya. Posisi BTVID yang menempatkan diri sebagai TV berita bisnis mengharuskannya untuk terus update real-time. Standard lainnya adalah masalah penayangan yang selalu tepat waktu, tidak terlambat walaupun 1 menit.

Terakhir, salah satu poin terpenting mengapa saya menyebut BTVID sebagai TV franchise terbaik: Bloomberg TV Indonesia menjadi pemicu berdatangannya TV franchise lain. Memang, BTVID bukan yang pertama. Ada viacom dengan MTV Indonesia yang diikuti dengan VH1 Indonesia nya, tapi kedua brand ini kemudian “ditenggelamkan” oleh MNC, dan disisakan nickelodeon saja, itupun sebenarnya hanya impor program, bukan buka cabang. Tapi, walaupun MTV Indonesia sempat hilang dari udara Indonesia, akhirnya MTV Indonesia kembali hadir di layar kaca nusantara dengan joint venture company yang baru, walaupun sekarang ini masih terbatas di beberapa kota besar di Indonesia melalui beberapa TV lokal. MTV Indonesia kembali hadir setahun setelah BTVID mengudara. Terkini, CNN Indonesia menyusul. CNNID memang sudah dirancang dari beberapa waktu sebelumnya, tapi baru berani melangkah di bulan Agustus 2015 ini, bulan yang sama dengan berakhirnya perjalanan BTVID. Sehingga, saya bisa menyebut Bloomberg TV Indonesia adalah, sekali lagi, trigger atau pemicu munculnya kembali TV franchise di Indonesia dengan kualitas konten yang tidak perlu diragukan lagi.

Kesedihan mendalam saya untuk Bloomberg TV Indonesia. Semoga suatu saat nanti Bloomberg TV Indonesia bisa kembali mengudara dengan joint venture company yang baru, karena saya mencatat adanya review postif untuk stasiun televisi ini walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Artinya, “konten yang mengedukasi itu tidak menarik” sudah harus kita hilangkan dari daftar “mitos yang menyeramkan”, karena Bloomberg TV Indonesia berhasil membuktikannya, walaupun hanya dalam waktu yang sangat singkat, hanya 2 tahun, dan masih dalam skala yang kecil.

So long, Bloomberg TV Indonesia…

Untuk mengenang the first steps atau langkah-langkah awal Bloomberg TV Indonesia, sila klik tautan ini.

Pertanyaan terakhir: adakah pembicaraan mengenai akuisisi BTVID oleh Bosowa Group gagal?


5 thoughts on “BREAK!NG NEWS: Bloomberg TV Indonesia Berakhir

  1. Para anchornya juga dah pindah bang.
    Tommy Tjokro pindah ke MNC World News. Kania Sutisnawinata jadi Kabiro Humas & CSR di Bank BRI. Hera Haryn & Pangeran Punce ke CNN. Lainnya belum ada kejelasan.

    Padahal penasaran liat nasib Anie Rahmi dan David Silahooij selanjutnya 😦

  2. Pingback: Bloomberg TV Indonesia, Biarlah Jadi Kenangan? | Ini Kritik Gue..

  3. Hello Dave. For the record i resigned from BTVI in November 2014 not July 2015 as reported by mumbrella. Regards Paul OBrien (former MD)

    • Thank you for your correction on this information. I’m apologize for the incorrect information and I’ve updated about your resignation on this article. Success for you and all of us. Regards, Dave Nirvana-writer

Leave a comment