Salah Jalur atau Memang Begitu?

Dalam berbagai kesempatan, pihak Universitas Brawijaya mengatakan bahwa stasiun televisinya, UBTV, merupakan stasiun televisi digital. Selain itu UBTV juga mengaku melakukan siaran menggunakan tiga frekuensi dengan wilayah bertingkat: Malang Raya, Jawa Timur, dan nasional. Harus saya tegaskan sekali lagi, saya belum pernah mendengar pembagian frekuensi yang seaneh ini.

Kembali, berhubungan dengan frekuensi. Saya belum berposisi di Malang, ketika ada Denny memberi kabar di blog ini bahwa UBTV bisa ditangkap secara analog. Segera ketika saya sampai di Malang, saya cari UBTV. Benar saja, kini frekuensi 51 UHF analog di Malang Raya telah terisi siaran percobaan UBTV. Gambarnya hitam putih, bersemut, suara cukup jelas, seperti digambarkan Denny.

Pertanyaannya: apakah UBTV salah jalur dengan mengudara di analog? Atau memang izinnya analog tapi mengaku digital? Atau diberi keistimewaan untuk bersiaran analog dan digital (padahal izin baru televisi analog sudah tidak diberikan)? Entahlah, saya jadi kurang yakin dengan jawaban apapun yang diberikan oleh UBTV. Terlalu banyak pernyataan yang “aneh” yang dikeluarkan UBTV, seperti yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu. Yang pasti, kenyataannya, siaran UBTV sekarang tertangkap di analog.

Bagi teman-teman di Malang yang punya akses ke TV digital, mohon bantu dicek apakah UBTV ada di siaran digital, dan bisa memberikan kabar ke blog ini.

Demam… Jadul?

Kalau kita memerhatikan program televisi belakangan ini, ada beberapa program televisi yang mungkin tidak terasa asing bagi pemirsa senior televisi. Program yang pernah tayang, kemudian muncul lagi. Memang, beberapa stasiun televisi terkena demam jadul.

Seruan kejadulan ini dimulai oleh TVRI. Stasiun televisi tertua ini pada ulang tahun ke-50nya 2012 lalu memiliki tekad untuk mengembalikan kejayaan TVRI di udara. Hal ini kemudian diwujudkan dengan munculnya acara kuis andalan TVRI “Berpacu dalam Melodi” yang kemudian sempat heboh di kalangan pemirsa televisi Indonesia. Walaupun produksi baru, tapi masih menggunakan format lama.

Nampaknya hal ini diperhatikan oleh stasiun televisi lainnya. Hal ini bisa kita lihat di RCTI yang kemudian menayangkan Si Doel Anak Sekolahan. Nampaknya hal ini juga sukses menarik perhatian sebagian pemirsa televisi Indonesia. Beberapa orang mengaku bernostalgia dengan tayangan ini.

Tidak berhenti di sana, TRANS TV akhirnya tertular kejadulan ini. Akhir-akhir ini TRANS TV kembali memunculkan Bajaj Bajuri, beriringan dengan penayangannya di salah satu kanal in-house TV berbayar. Pemirsa televisi kembali dimanjakan dengan suguhan tayangan masa lalu yang dinilai lebih segar waktu itu karena kejenuhan masyarakat akan sinetron. Walaupun tidak terlalu terdengar gaungnya, tapi nampaknya Bajaj Bajuri juga bisa menarik perhatian masyarakat.

Nampaknya seruan kejadulan masih akan terus berlanjut. Stasiun TV manakah yang akan memunculkan kembali romansa masa lalu itu? Akankah bisa sukses seperti mereka yang memunculkan kejadulan sebelumnya?